Artikel
ASAL USUL DESA
Menurut para tokoh di Desa Malei, Istilah Malei sendiri diambil dari bahasa “Kaili” yang berarti “Merah”. Kala itu pada permukiman warga desa sebelum dimekarkannya Desa Batu Oge, ada sungai yang berwarna kemerahan dan sangat dianggap sakral dan tidak ada samanya dengan daerah lain, sehingga mereka memberikan wilayah tersebut dengan sebutan Malei. Letak Malei sendiri saat ini berada di Desa Batu Oge, yang sebelumnya masih satu wilayah dengan UPT Pedanda II. Selain itu, Kontur tanah yang dimiliki oleh Desa Malei sebagian besar adalah gambut sehingga memungkinkan orang-orang saat itu untuk bercocok tanam.
Penduduk UPT Pedanda II atau Desa Malei yang pertama kali mendiami wilayah ini menurut para tokoh masyarakat adalah suku bangsa Kaili yang sangat erat kaitannya dengan asal muasal pemberian Desa Malei itu sendiri. Kemudian sejak tahun 1992 dengan dibukanya program transmigrasi kala itu, para penduduk Indonesia yang hendak datang, langsung mengisi wiayah-wilayah yang masuk wilayah transmigrasi, dan saat itulah para suku-suku lain selain suku asli yang pertama mendiami wilayah tersebut, kemudian mengikuti suku yang lain (kategori transmigrasi nasional) pada tahun 1992.
Maka dengan penjelasan di atas, sudah sangat jelas kalau Desa Malei dikenal dengan desa multikultur karena keragaman suku bangsa di desa tersebut. Keragaman suku ini dilatar belakangi oleh perpidahan penduduk dari luar Pulau Sulawesi untuk mendiami wilayah Desa Malei sejak tahun 1992, semenjak dibukanya transmigrasi oleh pemerintahan orde baru kala itu. Saat ini diketahui sebanyak 16 (enam belas) suku bangsa yang tersebar di wilayah Desa Malei mulai dari suku Bugis, Jawa, Mandar, Sasak, Kaili, Bali, Sunda, Makassar, Pattae, Pattinjo, Mamasa, Mamuju, Bima, Toraja, Gorontalo, dan beberapa suku dari NTT. Selain keragaman suku bangsa yang dijelaskan, terdapat 3 (tiga) agama yang ada di Desa Malei yaitu Agama Islam, Agama Kristen dan Agama Hindu. Jadi, keragaman suku dan agama di atas, tidak menjadikan Desa Malei menjadi kerawanan konflik dalam kehidupan sosial, akan tetapi dijadikan keragaman itu menjadi suatu hal yang khas dan tetap menjunjung tinggi rasa persaudaraan sekalipun berbeda suku, ras, maupun agama atau kepercayaan terhadap keyakinannnya masing-masing.